When you listen to to the music of
Latin America, Africa, Jamaica, Algeria, Java and other foreign climes you’ll
hear the kind of raw energy and hungry enthusiasm that’s been missing from most
pop music in this country for almost a decade
(Allmusic.com)
Ditengarai bahwa
title, World Music timbul karena acara di Paris,bertajuk World Music
Day, yang digagas oleh Joel Cohen dan diselenggarakan Maurice Fleuret itu.
Dan 4 tahun kemudian, acara tersebut menjadi inspirasi utama terbitnya album
World Music,Graceland. Dimana album tersebut,melibatkan banyak musisi
Afrika,terutama Afrika Selatan. Pengerjaan album tersebut juga dilakukan di
Afrika Selatan (Cape Town).
Album Graceland, yang dibuat oleh Paul Simon tersebut bisa
dibilang merupakan album world music paling laris hingga saat ini, dengan
peraihan 5 platinum dan angka penjualan 14 juta copies.
Album tersebut memang terinspirasi oleh penyelenggaraan
World Music Day (Fete de la Musique),pada 1982 di Perancis. Dan kemudian event
itu diadakan setiap setahun sekali di tanggal 21 Juni.
Begitulah, sebuah genre bernama World Music lahirlah. Ada yang
menyebutnya,pada awalnya sebagai World-Fusion atau Worldbeat. Pada
dasarnya,world music berbentuk dasar perkawinan antara “musik barat dengan
musik timur” (lebih tepatnya,music-musik dari “dunia ketiga”). Namun pada
perkembangan selanjutnya, world music diartikan sebagai bentuk-bentuk music
ethnic apapun yang berasal dari manapun. Tapi teristimewa dari wilayah atau
negara-negara berkembang yang berada di Asia, Afrika, Oceania dan Amerika
(Selatan).
Dan World Music pun berkembang biak dengan dukungan berbagai
event-event spesifik seperti Music Village Festival. Selain tentu
saja, WOMAD yang digagas dan diadakan oleh Peter Gabriel dan
kawan-kawan yang digelar pertama kali di Shepton Mallet, Inggris, tahun 1980.
WOMAD sekarang digelar di Inggris (bertempat di Charlton Park, Wiltshire) lalu
Adelaide, New Zealand, Spanyol, Kepulauan Canary, Abu Dhabi dan Sicilia-Italia.
Menjadi sebuah event tetap tahunan bergengsi.
Mengenai Peter Gabriel, sejak self-titled albumnya
yang ketiga yang dirilis 1980, ia mulai memperlihatkan interesnya terhadap
World Music. Antara lain dengan menyusupkan beat-beat perkusif yang
bernafaskan afro-music. Ia juga menggunakan peralatan perkusi Afrika.
Album tersebut ternyata juga cukup populer,karena masuk di Top-10
Charts di Inggris dan Eropa serta Top-40 Album Charts di
USA.
Gabriel juga membuka record label bernama Real World.
Dan label milik Gabriel tersebut,yang didirikan tahun 1989, kini bertumbuh
menjadi salah satu label khusus world-music paling berpengaruh. Selain nama National
Geography, dan tentu saja label yang mungkin bisa disebut terdepan, Putumayo.
Mengenai Putumayo, label rekaman ini dibangun sejak 1993. Dan
kini sudah memiliki cabang label di 10 negara. Mereka pun melengkapi pergerakan
mereka dalam memproduksi dan memperkenalkan musik-musik dari “negara-negara
berkembang” Asia, Afrika, Amerika, Oceania dengan antara lain jaringan radio
streaming, radio show, online shop untuk produk rekaman music dan merchandising
yang unik.
Secara intensif, ketiga label,melakukan penelusuran akan
musik-musik “eksotis” dari negara-negara berkembang tersebut. Menggali
informasi, menganalisis, meneliti lebih dalam akan musik-musik “baru” tersebut.
Pada saat
berikutnya, World Music juga makin laju jalannya, kian dikenal luas, setelah
digelar pula berbagai awarding. Apalagi Grammy Awards,
sejak 2001 mengadakan kategori Best World Music Album. Melengkapi kategori yang
sebenarnya menyenggol wilayah World Music,seperti Tropical Latin Music, Salsa,
Merengue, Tejano, Mexican/Mexican-American sampai Polka,yang sudah dihadirkan
lebih dulu.
Best World Music pertama,di tahun 2001 itu diberikan kepada Ravi
Shankar lewat albumnya Full Circle/Carnegie Hall 2000. Dengan
kategori pada ajang prestigious untuk industry musik tersebut,World Music
seolah mendapatkan legitimasi sebagai sebuah genre musik yang diakui dunia.
Melengkapi keberadaan dari beberapa awarding yang spesifik untuk
world music seperti BBS Radio 3 World Music Awards,yang diadakan
mulai 2002. Selain itu jugaSonglines Awards. Dan sebelumnya ada WOMEX
(World Music Expo),yang diadakan sejak 1999.
World Music bisa menjadi pintu bagi go international-nya
para musisi negara2 “3th World Countries”. Tentu saja, dalam hal
ini termasuk,Indonesia. Karena sebagai satu catatan khusus,bahwa Indonesia
sudah dilihat dan dianggap sebagai salah satu daerah/negara terkaya dalam
urusan musik tradisi. Yang sejatinya,sudah dilirik dan mendapat perhatian barat
sejak lama.
Salah satu contoh konkrit bagaimana seorang ethnomusikologis,
Robert E.Brown membuka Centre of World Music yang secara
sengaja membuka satu tempat sebagai arena workshop musim panas, di Bali. Robert
E.Brown kemudian lebih dikenal sebagai seorang etnomusikologis yang sangat concern terhadap
musik (ethnic) Indonesia. Robert memilih India dan Indonesia sebagai “lahan”
utama penelitian,pengembangan dan eksplorasinya yang dijalankannya dalam Centre
of World Music tersebut.
Sekilas mengenai sejarah World Music di Indonesia, dahulu lebih
dikenal sebagai musik etnik kontemporer, memang salah satunya dimulai oleh
musisi barat. Adalah Eberhard Schoener asal Jerman di tahun 1975, yang bahkan
bermukim dan berkelana masuk keluar desa di Bali berbulan-bulan lamanya.
Pertemuannya dengan seniman karawitan Bali, Agung Raka melahirkan karya
monumental, Bali Agung, sebuah album eksperimentasi percampuran barat dan
timur.
Beruntunglah kemudian karena kita memiliki Guruh Soekarnoputra.
Pemuda Guruh lantas hanya berbeda bulan dengan hasil karya Eberhard Schoener,
juga menghasilkan karya eksperimentasi sejenis bersama Guruh Gypsi, grup
kontemporernya yang berkolaborasi dengan seniman musik karawitan Bali kawakan,
I Gusti Kompiang Raka.
Selanjutnya ada nama-nama lain semisal Eros Djarot dengan
Barong’s Band, (alm) Harry Roesli lantas juga bisa disebut Kelompok Kampungan.
Dan konsep eksperimentasi yang kini berjulukan baru, sebagai sebuah genre musik
baru, World Music, diteruskan banyak praktisi musik kita.
Tersebutlah Krakatau, Samba Sunda, Didi AGP, Marusya Nainggolan,
Gilang Ramadhan, I Wayan Balawan, Zithermania, (alm) Sapto Rahardjo, (alm)
Inisisri dengan Kahanan, (alm) I Wayan Sadra dan Sonoseni Ensemble. Dan
kemudian “mengundang” generasi muda seperti Viky Sianipar. Menyebut sebagian
kecil saja diantaranya.
Maka atas nama World Music,sebut saja sebagai sebuah wilayah
baru yang sengaja diciptakan kaum industrialis musik barat (Eropa – Amerika),
musisi tanah air memiliki celah untuk berbicara di pentas musik dunia. Baik
untuk tampil di acara-acara festival maupun melakukan penjualan album rekaman.
Olahan musik yang hasil kreatifitas tersebut, bagi kritikus
musik dipahami ada dua jenis. Olahan secara kreatif artistik. Ataupun kosmetik.
Sebuah kreatifitas lewat penelusuran ataupun analisis “akademis” semisal lewat
penelitian panjang.
Bisa juga, sebuah kreatifitas lewat siasat
jitu,”tempel-menempel” musik tradisi dengan musik barat. Seolah memberi
gincu pada pola dasar musik barat misalnya jazz ataupun pop, entah pewarna
bibir atau pemerah pipi yang kental aksentuasi ethnic-nya. Itu yang disebut
sebagai,kosmetik.
Namun apapun bentuk kreatifitas,ataupun niatan berdasarkan
kemampuan si musisi-musisi itu sendiri,pada akhirnya memang genre bernama world
music itu sudah lahir dan berkembang biak dengan relatif cepat. Dapat disebut
sebagai genre music baru yang terbesar dan terluas. Saking besar dan
luasnya,jangan kaget nama-nama pop seperti Shakira, Gypsy King, Enrique
Iglesias, sampai Gloria Estefan dan Miami Sound Machine-nyapun dimasukkan pula
dalam genre ini.
Walau,seperti seluruh musik lainnya,world music juga mengalami
guncangan keras dalam soal pasar musik rekamannya. Apalagi kalau bukan lantaran
terpaan badai pembajakan yang kian menggila. Yang tak lagi pilah-pilih. Tapi
bahkan ada pula yang menyebut,pembajakan di satu sisi memiliki hal
positif,menjadi tersebar luasnya karya rekaman. Terutama untuk jenis-jenis non-mainstream semacam
world music, membuatnya jadi lebih dikenal.
Seperti sudah dikemukakan di atas,bisa untuk rekaman. Bisa pula
terbuka pintu untuk tampil di panggung-panggung baik dalam acara festival
maupun konser di luar negeri. Kalau beruntung,kesempatan bisa datang dengan
undangan langsung dari pihak organizer setempat,lalu memperoleh pula dukungan
optimal dari pemerintah kita melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Paling baik,kejarlah keberuntungan,parallel dengan mengasah terus kreatifitas
dalam melahirkan karya-karya “bernas” yang bisa merenggut perhatian kalangan musik
internasional luar negeri.
Dwiki Dharmawan bersama Krakatau maupun proyek lain sejenisnya
atau Samba Sunda atau Kahanan ataupun I Wayan Balawan dengan Batuan Ethnic
Fusion-nya sudah melanglang buana, kiranya akan lebih banyak lagi musisi kita
dan dengan segala grup ataupun proyek musik “eksperimentatif” sejenis lainnya
bisa ikut berkiprah di dunia internasional.
Bukan lantas itu berarti menjadi,mengangkat kekayaan musik
tradisi kita. Bukan ke situ arahnya. Karena sejatinya,justru yang terangkat naik,si
pemusik atau grupnya yang “peduli” dengan musik-musik etnik kita yang begitu
kaya. Dan memang sebaiknya,memberi dukungan dan membuka peluang lebih lebar
akan lebih banyak lagi musisi-musisi kita untuk berbicara di khasanah musik
internasional,karena sesungguhnya kita juga kaya dalam urusan bakat-bakat
terpendam tersebut…. Baiknya kan begitu,kitalah yang merebut manfaat kekayaan
yang tanah air kita ini miliki,daripada orang dari bangsa lain.
Memang,kalau bukan kita, siapa lagi?
Gideon Momongan
*****
No comments:
Post a Comment