Wednesday, April 06, 2011

Peluncuran Majalah Elektronik Fotografi MIRUAHA

Bandung, 6 april 2011,
Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.
Kurang lebih, semenjak awal tahun 2011, kertas foto idola penggemar lubang jarum, tiba-tiba raib dari pasaran! Kasak-kusuk cari penjual yang masih mempunyai stok, membawa petualangan seru berburu kertas foto. Mulai dari pelosok pesisir Jawa Barat-Banten, Priangan Timur, Bandung dan sekitarnya, Jakarta, Lampung, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Bali hingga Manado, semuanya nihil. Maka berbela sungkawalah lubang jarum pengguna media kertas. 

Apakah selesai sudah? Ternyata peristiwa ini membawa hikmah, bahwa bergantung pada industri besar biasanya akan diputuskan sepihak. Pada akhirnya, perlu memilih, menentukan material secara mandiri, sebut saja beberapa teknik old print yang sudah diperkenalkan Edial Rusli, Irwandi di ISI Yogyakarta yang menulis buku “Old Print, karya Fotografi Menuju Ekonomi Kreatif” Gama Media, 2010, dengan menggunakan teknik Van Dyke Brownprints. Sebenarnya isu ini telah lama bergulir, founder lubang jarum Indonesia, Ray Bachtiar pun khawatir dan memang terbukti bahwa industri kertas foto kini surut. 

Maka tanpa sengaja, lewat obrolan omong kosong, di warung nasi Sukaluyu, percakapan antara Deni Sugandi, Abdulah Rofii dan Denny Nurakhman, lahirlah Miruha, yang berarti “miru” melihat dari bahasa Jepang dan “miruha” proses alternatif membuat sumber api, dengan cara menggosokan dua bilah bambu pada budaya masyarakat Sunda.
Media ini diharapkan bisa menjadi jejaring komunikasi untuk fotografi alternatif di Indonesia (bahasa Inggris. Alternative Photography), yang tidak bergantung pada industri, bahwa alat dan media rekam bisa diusahakan sendiri, selayaknya awal penemuan fotografi awal, semenjak penemuan teknik rekam Dagueretype, Calotype, Collodian, Cyanotype dan seterusnya. Untuk media rekam, biasa dikenal dengan kamera obscura, pinhole, atau kamera lubang jarum dan teknik lainya seperti photogram.


Alternative Photography is the practice of any process of photography, where the worker has to make his own light sensitive materials because these are not produced by factories or manufacturers in a large scale because the process is not practiced by the masses. 
This fact makes of "alternative photography" a practice of the elite, the selected few, the workers who are the most creative in a society, "the artists. “costaricacoffeart.com”
Majalah ini akan terbit per edisi, hadir di bulan April 2011, dengan tema "Fotografi Seluloid Masih Ada" akan mengupas pengguna proses fotografi tradisional pengguna negatif seluloid, baik itu penggemar, seniman hingga profesional fotografer, yang menggantungkan hidupnya untuk fotografi pengguna negatif seluloid. Publikasi ini disebut majalah elektronik format pdf, didistribusikan melalui situs www.miruhamagz.info, bisa diunduh secara gratis, online per tanggal 6 April 2011.


Dewan redaksi; Deni Nurakhman, Deni Sugandi, Deni Rahadian, Willi, Gungun Nuryadin, Abdulah Rofii, Hadi Rosidaini, Ivan Arsiandi, Gilang A Ramadhan, Benny Kurniawan, Roni Syahron Fajar, Vera R, Ahmad Afgan Shofyadi, Ramdan, Aceng Suparman dan Vivi Novia.

No comments: