Setelah semua urusan selesai di gorontalo pagi-pagi pkl. 6 kami berangkat menuju kota persinggahan selanjutnya yaitu Palu, kota yang kerap diekspos oleh berbagai media dengan berita yang mengerikan beberapa waktu lalu. Semangkuk cereal dan secangkir kopi hitam cukup membuat mata terjaga apalagi pagi itu kota gorontalo diselimuti kabut yang cukup pekat yang jarang-jarang ada kabut di kota ini ujar bellboy di lobby, kecamatan Limboto kami lewati lagi kemudian isimu disini perjalanan banyak melewati perkebunan penduduk, setelah marisa jalur jalan berpindah menyelusuri pesisir selatan, saat krusial perut kami lewati makan di moutong di warung sederhana ditepi pantai namun kelebihannya tempat makannya menjorok ke laut, seperti biasa menu ikan menjadi salah satu menu utama (karena gak ada yang lain lagi....).
Perjalanan dilanjukan kembali dengan melewati santigi, tomini disini kami mengambil gambar karena nama kampung inilah yang menjadi nama teluk di pesisir pantai gorontalo, kemudian tinombo dan toboli, di ruas jalan ini banyak terdapat perkampungan transmigrasi terutama yang mencolok adalah transmigran yang berasal dari pulau Bali terlihat dengan banyaknya pura di pinggiran jalan. setelah toboli kami belok kanan menuju palu yang mana kalau lurus akan menuju poso.
Melewati dataran tinggi kebon kopi kami kemudian masuk palu melalui tawaeli dan chek ini di sebuah hotel di pinggir pantai, jarak tempuh sepanjang 630 km dilalui selama 14 jam dengan kondisi jalan yang mulus dan relatif sepi penduduk sehingga anda bisa menekan gas sampai pol...
No comments:
Post a Comment